Masalah upah buruh, baik yang berkaitan dengan ubah buruh provinsi
(UMP) maupun isu kebutuhan hidup layak (KHL) buruh, yang mencuat ke
permukaan dalam beberapa pekan terakhir ini, jangan sampai dimanfaatkan
jadi kepentingan politik menjelang Pemilu atau ingin terpilih kembali
dalam Pilkada selanjutnya.
Kepentingan buruh dan pengusaha
seharusnya bisa diakomodasi oleh pemerintah daerah setempat. Ekonom
FEB
UGM Prof Mudrajad Kuncoro PhD, setuju apabila upah buruh harus naik
sesuai KHL.
Namun masalah yang perlu diperhatikan proses dalam
menaikkan upah tersebut. Pasalnya, berdasarkan catatan Bank Dunia,
kutipnya, ada tiga masalah berkaitan regulasi buruh di Indonesia.
Yang
utama masalah ketentuan waktu kenaikan upah dan status pekerja.
''Masalah kenaikan berkala dipersoalkan karena buruh cenderung menuntut
kenaikan setiap tahun, sedangkan pemerintah posisinya tidak jelas,''
kata guru besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM itu.
Dia
mengakui, pengusaha umumnya cenderung menginginkan kenaikan setiap
empat atau lima tahun, sementara pemerintah menginginkan upah naik
setiap dua tahun. ''Pengusaha ingin kepastian masalah ini agar
perusahaan tumbuh dan untung sehingga upah buruh bisa naik,'' ujarnya.
Masalah
lain yang dihadapi buruh, kelebihan jam kerja atau lembur dan hari
libur, serta biaya pesangon. Namun masalah upah selalu dijadikan alasan
pengusaha mempertimbangkan layak atau tidak mempertahankan perusahaan.
''Sebagian pengusaha mengambil jalan pintas, mengubah strategi dari
perusahaan produksi ke perusahaan perdagangan,'' katanya.
Model
konversi yang dilakukan pengusaha seperti itu, tambahnya, merugikan
pekerja karena perubahan status perusahaan berdampak pada rasionalisasi
jumlah pekerja, tetapi pengusaha berkilah itu sebagai strategi yang
menguntungkan secara bisnis.
Sumber : suaramerdeka.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment