Saturday, February 1, 2014

Catatan Kecil Perjuangan Buruh Pulp dan Kertas Indonesia

Pada 13 Januari 2014 Serikat Pekerja Pectech Service Indonesia (SPPTSI) yang berada di wilayah Pelalawan-Pekanbaru,telah melaksanakan penandatanganan Perjanjian Kerja Bersama (PKB),antara SPPTSI dengan manajemen PT.Pectech Service Indonesia (PTSI). Penandatanganan PKB yang kedua ini dilakukan di Hotel Unigraha,Pelalawan-Riau. Dalam penandatanganan PKB ini dihadiri juga oleh ; Pimpinan Pusat FSP2KI (Presiden dan Bendahara),DISNAKER Pelalawan, jajaran manajemen PT.Pectech Service Indonesia dan Para pemimpin Serikat Pekerja yang ada di sekitar Mill PT.Riau Andalan Pulp & Paper (PT.RAPP).  

Pada 15 Januari 2014 telah terjadi kesepakatan perundingan mengenai pemberlakuan Upah Minimum Kabupaten Bekasi, antara Serikat Pekerja Kimberly Clark Indonesia (SPKCI) dengan Manajemen PT.Kimberly Clark Indonesia (PT.KCI). Perundingan ini dilakukan selama dua hari, yaitu pada 13 Januari 2014 dan 15 Januari 2014. Adapun hasil dari kesepakatan yang telah dibuat adalah PT.KCI akan memberlakukan UMK Bekasi sebesar Rp 2.815.856,- (masuk golongan 1 UMK Bekasi) dan berlaku terhitung mulai 1 Januari 2014.  

Buruh Pelindo ancam mogok kerja

Sejumlah pekerja PT Pelabuhan Indonesia (PT Pelindo) II berencana berdemonstrasi menuntut perbaikan kinerja perusahaan tersebut.

"Unjukrasa ini merupakan kelanjutan dari aksi mogok kerja yang pernah dilakukan pada 16-17 Januari 2014," kata Ketua Umum Serikat Pekerja Pelindo (SPPI) II Kirnoto dalam siaran pers yang diterima SINDO, Senin (27/1/2014).

Kirnoto mengatakan aksi unjukrasa SPPI II didukung para pengguna jasa karena ketidakpuasan pelayanan yang semrawut di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Padahal pihak manajemen PT Pelindo II telah menaikan tarif pelayanan yang bertolak belakang dengan program rencana mengurangi biaya logistik nasional di seluruh wilayah pelabuhan.

Kirnoto menegaskan manajemen PT Pelindo II seharusnya menjunjung aturan dan ketentuan sesuai "Good Corporate Governance" (GCG) sehingga tidak muncul kekhawatiran terhadap keberlangsungan hidup perusahaan.


Sumber : sindonews.com

Biang Masalah Pelaksanaan SJSN adalah Presiden

Anggota Komisi IX DPR RI, Indra menilai pemerintah tak serius soal Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Alasannya, kurang dari sepekan implementasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, yang mulai beroperasi 1 Januari 2014, Peraturan Presiden belum juga dikeluarkan.
“Kamis lalu saat di Paripurna, saya interupsi minta surati Presiden. Kami Komisi IX terus berbusa-busa, tapi implementasi mandeg di Sesneg,” kata politisi PKS tersebut, di Jakarta, Kamis (26/12/2013).
“Kalau ada keseriusan, Perpres sudah keluar. Selama ini para menteri kendalanya juga ada di Sesneg. Tapi yang jadi biang masalah ada di Presiden, sebagai pengambil keputusan tertinggi. Ketika Presiden tidak serius, kita tidak bisa berharap menterinya juga akan serius,” kata dia lagi.

Demo berlanjut, ratusan buruh tahan pekerja baru

Ratusan Buruh PT Sinar Antjol (produksi sabun B 29) yang di PHK sepihak manajemen, hari ini melakukan aksi kembali. Aksi kali ini dilakukan dengan menyetop buruh baru yang direkrut perusahaan untuk menjalankan operasi pabrik.

"Hari ini kami hanya menjalankan anjuran Disnakertrans Kabupaten Tangerang No 560/249/Disnakertrans, terkait larangan mengganti pekerja atau buruh lain dari perusahaan. Makanya kami setop mereka yang mau masuk bekerja yang memang dari luar perusahaan," kata Wakil Ketua Serikat Bidang Kesejahteraan Karyawan PT Sinar Antjol Eko Santoso di Tangerang, Kamis (23/1/2014).

KAJS Ancam Rumah Sakit yang Tolak Pasien Miskin

Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) mengancam akan menduduki rumah sakit yang menolak pasien miskin, sehubungan dengan pelaksanaan Sitem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diterapkan per 1 Januari 2014.
“Kalau ada kawan kita yang miskin ditolak rumah sakit, kita akan gerebek rumah sakit itu, karena ini perintah konstitusi,” kata dia, Kamis (26/12/2013).
Berdasarkan UU No.40/2004 tentang SJSN, terhitung mulai 1 Januari 2014 seluruh rakyat Indonesia menjadi peserta BPJS Kesehatan, di mana iuran dibayar oleh Pemerintah Pusat.
Menurut Said Iqbal, KAJS bakal membuka posko-posko pengaduan, jika ada rumah sakit yang menolak rakyat miskin dan tidak mampu, mendapatkan pelayanan kesehatan. Posko akan dibuka oleh 58 elemen KAJS, namun utamanya akan dibuka di kantor cabang serikat buruh, seperti KSPI, FSPMI, TSK, SPSI, dan lainnya.

Monitor UMK, ribuan buruh Depok terobos hujan

Meski diguyur hujan deras, ribuan buruh Depok tetap melakukan konvoi keliling kota. Mereka memonotoring sejumlah perusahaan yang belum menerapkan Upah Minimum kota (UMK) 2014.

Buruh yang melakukan konvoi tergabung dalam forum serikat pekerja atau serikat buruh terdiri dari enam Federasi Serikat Pekerja (FSPMI, FSP, KEP, FSP, RTMM SPSI, FSP LEM SPSI, FSP FARKES Reformasi dan ASPEK Indonesia).

Serikat Pekerja Buka Posko Pengaduan BPJS

Sejumlah serikat pekerja yang tergabung dalam Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) membuka posko pengaduan BPJS. Menurut Sekjen KAJS, Said Iqbal, saat ini posko fokus menerima pengaduan masyarakat atas penyelenggaraan BPJS Kesehatan. Ia yakin banyak warga yang belum mengetahui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang digelar BPJS Kesehatan sejak 1 Januari 2014 itu.
Sampai saat ini posko pengaduan sudah terbentuk di 12 provinsi dan 120 kabupaten/kota. Posko itu terletak di kantor serikat pekerja di berbagai daerah yang tergabung dengan KAJS. Seperti sekretariat KSPI, FSPMI, SPSI, OPSI, FSBI dan FSP TSK. Untuk memudahkan masyarakat, posko membuka call center di nomor 021-87796916 dan fax 021-8413954.

Kritik Presiden FSPMI terhadap Jokowi

Said Iqbal, barangkali menjadi salah satu tokoh yang paling sering mengkritik kinerja Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo. Baru-baru ini, misalnya, Said Iqbal menyebut Jokowi (panggilan akrab Joko Widodo) telah memberikan 3 kado pahit untuk buruh dan rakyat DKI Jakarta.
Tiga kado pahit yang dimaksud berupa: banjir, upah murah dan macet.
Seperti kita ketahui, ada ribuan rumah yang terendam sehingga menghuninya harus mengungsi. Para buruh tidak bisa masuk bekerja. Perusahaan kehilangan jam kerja dan produktivitasnya. Anak buruh tidak bersekolah. Banyak motor – yang sebagian besar belum lunas dari kredit – rusak terendam banjir.