Tuesday, November 12, 2013

Pengusaha walk out, Makassar tetapkan UMK Rp1,9 juta

Upah Minimum Kota (UMK) Makassar 2014 telah ditetapkan sebesar Rp1,9 juta. UMK ini lebih tinggi 5 persen dari Upah Minimum Provinsi (UMP) Sulawesi Selatan (Sulsel) yang sebelumnya ditetapkan Rp1,8 juta.

UMK ditetapkan dewan pengupahan Makassar dalam rapat pleno di Kantor Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Makassar Jalan AP Pettarani, har ini. Pleno tersebut dihadiri seluruh anggota dewan pengupahan termasuk perwakilan buruh, pengusaha, dan pemerintah.

"Dalam rapat pleno dewan pengupahan menetapkan UMK Makassar 2014 Rp1,9 juta. Sayangnya Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia) Makassar memilih walk out," kata Kepala Disnaker Makassar, Andi Bukti Djufrie, Senin (11/11/2013).

Menurutnya, penetapan UMK didasarkan pada kebutuhan hidup layak (KHL) per Desember 2013 yang diperkirakan Rp1.855.000. Prediksi KHL tersebut didasarkan pada tiga kali survei di lima pasar tradisional yakni Rp1.520.000 (April), 1.636.000 (Juni), dan Rp1.729.000. (Oktober). Sedangkan rata-rata survei Rp1.695.000.

"Sehingga kita bulatkan UMK menjadi Rp1,9 juta dengan melihat laju inflasi sampai 10 persen. Besok akan kita rekomendasikan kepada wali kota untuk ditandatangani, lalu diteruskan ke gubernur untuk ditetapkan," jelasnya.

Andi mengemukakan, pertimbangan lain menetapkan UMK Makassar sebesar Rp1,9 juta yakni pertumbuhan ekonomi rata-rata di atas 9 persen, kenaikan bahan bakar minyak, kenaikan tarif dasar listrik. Selain itu, mengacu pada UMP Sulsel yang sebelumnya ditetapkan Rp1,8 juta.

Dia mengatakan, UMK Makassar Rp1,9 juta resmi berlaku 1 Januari 2014 setelah gubernur mengeluarkan Surat Keputusan (SK). Seluruh pengusaha, kata dia, wajib tunduk pada penetapan tersebut.

Sementara, Ketua DPK Apindo Makassar, Nico Simen bersama dua perwakilan pengusaha lainnya memilih walk out sebelum penetapan UMK. "Karena kalau divoting sudah pasti kami kalah," ujarnya.

Nico mengemukakan, dewan pengupahan melanggar UU karena menggunakan metode regresi (kecenderungan) saat perhitungan KHL. Padahal menurut dia, kewenangan regresi ada di gubernur saat akan menetapkan UMK. Dewan pengupahan disebut hanya berwenang melakukan survei lalu menetapkan UMK berdasarkan rata-rata hasil survei KHL yakni Rp1.695.000.

Selain itu, dia mengemukakan salah satu pasal, Permenaker No 7/2013 yang menyebut UMK harus lebih tinggi dari UMP bertentangan dengan UU. Karena itu, pengusaha akan menggugat Permenaker tersebut kepada Mahkamah Konstitusi (MK).

Pengusaha, lanjut dia, tidak akan patuh pada penetapan UMK Rp1,9 juta. "Gubernur harus tahu, ini memberatkan pengusaha. Pengusaha tidak bertanggung jawab dengan angka ini," pungkasnya.



Sumber : sindonews.com

No comments:

Post a Comment