Dan ketika melakukan sosialisasi dengan damai pun, kami diserang.
Disebuah negara demokrasi, dimana hak untuk berkumpul, berorganisasi
dan menyampaikan pendapat dengan lisan dan tulisan diberikan tempat,
tentu patut dipertanyakan ketika ada sekelompok orang yang mencoba
menghalang-halangi. Apalagi jika itu dilakukan dengan kekerasan. Itulah
sebabnya, kekerasan, apapun bentuknya, harus menjadi musuh bersama.
Lebih jauh lagi, rasanya sulit untuk dimengerti, jika tindakan mereka itu tanpa motif apa-apa.
“Kami hadir untuk menyelamatkan investasi,” kata mereka. Tentu saja,
pernyataan seperti ini sulit untuk diterima. Jangan-jangan, justru
cara-cara seperti inilah yang menyebabkan ekonomi berbiaya tinggi.
Masalah investasi terletak pada pungli dan infrastruktur yang hancur.
Itu yang seharusnya dibenahi.
“Gerakan kami mengatasnamakan warga Bekasi.”
Ini pun alasan yang dicari-cari dan sekaligus menjadi dalih yang
cukup keji. Bagaimana tak dibilang keji? Dengan isu ini, sama saja
mereka sedang mengadu domba putra-putri bangsa sendiri.
Tak sedikit warga Bekasi yang selama ini menjadi garda depan dalam
perjuangan kaum buruh untuk mendapatkan kesejahteraan. Pun rasanya warga
Bekasi tak butuh investasi jika dengan investasi itu kesejahteraan tak
meningkat dan masyarakat (buruh) tetap melarat. Warga Bekasi membutuhkan
investasi yang mensejahterakan. Dan mogok nasional, adalah jawaban agar
kue keuntungan perusahaan bisa didistribusikan secara seimbang.
Namun anehnya, semakin mendekati hari ‘H’ mogok nasional, mereka semakin terang-terangan dalam melakukan intimidasi.
Kali ini saya akan bercerita satu peristiwa yang terjadi ditanggal 28
Oktober 2013. Hari dimana para buruh sedang melakukan sosialisasi mogok
nasional ke kawasan-kawasan industri. Dalam melakukan sosialisasi,
buruh melakukannya dengan cara konvoi kendaraan bermotor dan mobil
komando. Ini adalah aksi damai. Hanya berkeliling untuk membagikan
leaflet di Kawasan Industri.
Namun mereka menghalang-halangi konvoi buruh yang bergerak dari MM
2100 dan akan melewati Jalan Kalimalang ataupun jalan-jalan lain yang
menuju kawasan industri Jababeka. Mereka sengaja memblokade semua jalan
yang hendak dilalui kaun buruh. Tak hanya sekedar memblokade dan
menghalang-halangi, bahkan mereka juga melakukan penyerangan.
Meski banyak buruh yang terkena pukulan, tapi buruh masih
bersabar. Untuk menghindari konflik, buruh sama sekali tidak melakukan
perlawanan. Kami bahkan terpaksa masuk ke jalan Tol Cibitung untuk
menghindar dari mereka.Tak ada pilihan lain. Sebab hampir semua jalur
sudah di blokade oleh mereka, dan tak ada pengawalan dari pihak
keamanan.
Ini memang ganjil. Preman dimana-mana. Sementara kami bergerak dalam
kelompok besar yang mencapai seribu orang, tapi dibiarkan tanpa
pengawalan. Kemana para Polisi itu? Apakah mereka memang memberi
kesempatan kepada para preman untuk melakukan penyerangan?
Pertanyaan-pertanyaan ini memang membutuhkan jawaban.
Sumber : fspmi.co.id
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment