Direktur Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras), Haris
Azhar, menilai penetapan Upah Minimum Provinsi DKI Jakarta pada 2014
sebesar Rp 2,4 juta diambil secara tergesa-gesa. Kritik disampaikannya
kepada Gubernur Joko Widodo.
"Jokowi sebagai Gubernur tak boleh innocent mengambil kebijakan. Kalau wajah sih boleh innocent," kata Haris dalam konferensi pers mengenai kekerasan terhadap unjuk rasa buruh, di kantornya, Kamis, 7 November 2013.
Menurut dia, keputusan Jokowi pada 1 November 2013 lalu dinilai tergesa-gesa,
dan itu dapat memotivasi kepala daerah lain untuk mengambil keputusan
serupa. Dia menyesalkan itu, terlebih keputusan tak memuaskan kelompok
buruh. "Soal UMP itu kebijakan besar, seharusnya Jokowi berpikir
matang," ujar Haris.
Haris mengatakan penetapan UMP oleh Jokowi
hanya sehari berselang dari aksi mogok nasional para buruh. "Toh,
UMP-nya diterapkan per Januari 2014 nanti. Seharusnya masih ada ruang untuk bernegosiasi," ujar Haris.
Presiden
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia, Said Iqbal, mengatakan UMP Rp
2,4 juta tak mencukupi kebutuhan hidup buruh di Jakarta. Menurut Said,
hitungan kasar kebutuhan makan buruh per bulan mencapai Rp 900 ribu.
Untuk keperluan sewa rumah atau kontrak diperkirakan mencapai Rp 600
ribu. Kemudian biaya transportasi tiap bulan bisa mencapai Rp 500 ribu.
Praktis,
kata Said, uang sisa buruh hanya Rp 400 ribu saja yang digunakan untuk
keperluan lain dan menabung. "Bayangkan, buruh hidup di Jakarta dengan
bekal uang segitu," kata Said.
Seperti diketahui, buruh di
Jakarta menuntut kenaikan UMP menjadi Rp 3,7 juta dari yang berlaku saat
ini sebesar Rp 2,2 juta. Dasarnya adalah komponen kebutuhan hidup layak
yang menurut mereka mesti dikoreksi, dari Rp 1,9 juta hasil penetapan
pemerintah menjadi Rp 2,4 juta.
Sumber : tempo.co
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment