Sejumlah perusahaan asal Korea Selatan
yang memiliki pabrik di Kawasan Berikat Nusantara, Jakarta Utara,
berencana hengkang dari Indonesia. Hal itu menyusul pembatalan penangguhan upah minimum oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi,
Jumat (8/11/2013), di Jakarta, menyatakan, niatan hengkang dari
Indonesia itu muncul karena perusahaan-perusahaan itu tidak mampu
membayar upah pekerja sesuai dengan upah minimum provinsi (UMP) DKI
tahun 2013 sebesar Rp 2,2 juta. ”Jika perusahaan-perusahaan itu
benar-benar pergi, bisa jadi perusahaan lain di KBN Cakung ikut angkat
kaki,” kata Sofjan.
Seperti diberitakan, Kamis, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)
Jakarta membatalkan penangguhan UMP tahun 2013 di tujuh perusahaan asal
Korea Selatan, yakni PT Kaho Indah Citra Garmen, PT Misung Indonesia, PT
Kyeungseng Trading Indonesia, PT Star Camtex, PT Good Guys Indonesia,
PT Yeon Heung Mega Sari, dan PT Myungsung Indonesia.
Sofjan mengatakan, sebelum keluarnya putusan PTUN Jakarta itu,
ketujuh perusahaan itu sebenarnya sudah ingin hengkang dari Indonesia.
”Kami sudah berusaha melobi Duta Besar Korea Selatan agar
perusahaan-perusahaan itu tetap bertahan. Namun, keputusan PTUN itu
telah melemahkan usaha kami,” ujarnya.
Perusahaan-perusahaan itu, kata Sofjan, berencana memindahkan
pabriknya ke Kamboja karena biaya upah buruh di sana lebih murah. ”Di
Kamboja, upah buruh hanya 40 dollar AS per bulan. Jika mereka semua ke
sana, puluhan ribu buruh di Indonesia bakal menganggur,” katanya.
Ancaman
Ketua Umum Federasi Buruh Lintas Pabrik Jumisih mengatakan,
pernyataan dari Apindo itu merupakan sebuah ancaman bagi nasib para
buruh. ”Seharusnya mereka mendukung putusan PTUN itu, bukannya mengancam
kami seperti ini,” kata Jumisih.
Ia pun menegaskan, FBLP tak akan takut jika perusahaan-perusahaan
tersebut angkat kaki dari KBN. ”Ketujuh perusahaan itu harus memenuhi
kewajibannya kepada para buruh yang selama ini tidak mendapatkan UMR
yang layak,” katanya.
Menanggapi keputusan PTUN Jakarta, Ketua Dewan Pimpinan Cabang
Serikat Pekerja Nasional Jakarta Utara Mochamad Halili berpendapat,
sewajarnya pengusaha membayar pekerjanya minimal sebesar UMP. ”UMP
merupakan prasyarat minimal bagi buruh untuk bisa hidup layak,” katanya.
Menurut Halili, ada 10 perusahaan di Kawasan Berikat Nusantara
Cakung yang membayar pekerja dengan upah sebesar angka kebutuhan hidup
layak (KHL) tahun ini. Beberapa perusahaan bahkan mengupah buruh Rp 1,8
juta per bulan dan menerapkan sistem kerja alih daya. Situasi itu
menyulitkan buruh memperbaiki kehidupannya.
Sementara itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama
menilai ada yang salah dengan proses penangguhan UMP 2013 di tujuh
perusahaan itu. ”Kami akan periksa proses pengambilan keputusan
penangguhan. Mungkin ada yang salah, mengapa sampai bisa dibatalkan oleh
PTUN Jakarta,” katanya.
Demonstrasi
Di Balaikota Jakarta, buruh masih menggelar demonstrasi menolak
penetapan UMP DKI Jakarta 2014 sebesar Rp 2,4 juta per bulan. Mereka
meminta UMP DKI tidak kurang dari Rp 3 juta. Mereka akan menghentikan
aksinya jika Gubernur DKI Joko Widodo menyetujui angka Rp 3,2 juta
sebagai UMP tahun 2014.
Angka tersebut, menurut Ketua Forum Buruh DKI Jakarta Muhammad
Toha, merupakan jumlah yang relatif mendekati angka KHL yang
direkomendasikan buruh, yaitu Rp 2,76 juta.
Toha mengatakan, jika ditambah inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan
produktivitas, angka Rp 3,7 juta adalah angka yang paling riil untuk
memenuhi kebutuhan buruh.
”Jika Gubernur memberikan angka Rp 3,2 juta, buruh akan menerima.
Namun, apabila hari ini tidak juga ada kepastian dari Joko Widodo,
buruh akan tetap melakukan aksi berikutnya,” kata Muhammad Toha.
Sumber : kompas.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment