Kedatangan mereka untuk menuntut revisi
keputusan Gubernur Sumut dan Dewan Pengupahan menetapkan UMP Sumut
Rp1.505.850 menjadi Rp2.500.000.
Tidak hanya menuntut Revisi UMP, massa
juga menolak kebijakan dan praktik eksploitasi buruh termasuk anak-anak
dan perempuan di perkebunan kelapa sawit dan industri.
Hal tersebut dikatakan Koordinator aksi Herwin Nasution dalam orasinya di depan kantor Gubernur Sumut Jalan Diponegoro Medan.
"Dengan tegas kami meminta kepada bapak
gubernur agar mencabut keputusannya dan merevisi UMP Sumut menjadi Rp
2.500.000," pintanya.
Dengan menetapkan UMP sebesar Rp1,5juta
buruh menilai masih sangat jauh dari hidup layak bahkan untuk makan
sehari-hari aja tidak cukup.
"Keputusan gubsu sangat tidak wajar,
dengan menetapkan UMP sebesar Rp1,5juta kami menilai masih sangat jauh
dari hidup layak bahkan untuk makan saja itu tidak cukup," ucapnya.
Ada pun tuntutan buruh yakni, menolak
kebijakan dan praktik eksploitasi buruh termasuk anak-anak dan
perempuan, menolak kebijakan dan praktik upah murah, meratifikasi
konvensi ILO tentang buruh perkebunan, naikkan UMP Sumut 2014 menjadi
Rp2,5 juta.
Dari pantauan wartawan di lapangan,
tampak seratusan masa aksi yang dibentengi oleh pihak kepolisian
berhasil merobohkan pagar masuk kantor Gubernur Sumut dan bergoyang ria
dalam alunan musik dari pengeras suara sembari berorasi.
Namun dalam aksi tersebut tidak terpicu
oleh aparat keamanan. Situasi yang mulai memanas akhirnya dapat
diredakan aparat kepolisian. Meskipun pintu besi pagar masuk kantor
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara roboh, namun tidak terjadi bentrokan.
Sementara itu, buruh juga berunjuk rasa
di sela pertemuan dari sejumlah perusahaan perkebunan kelapa sawit dalam
Rounstable Sustainable Palm Oil (RSPO) di Hotel Santika Medan, Selasa
(12/11)
Massa yang tergabung dalam Aliansi
Serikat Buruh Indonesia (Serbundo) di depan Hotel Santika Medan meminta
pertemuan sidang RSPO agar membentuk kelompok kerja perburuhan di RSPO
dan menjamin keterwakilan buruh dalam kelompok kerja dalam menjamin
keadilan, transparansi dan keseimbangan dalam mekanisme pengaduan RSPO.
"Kami meminta buruh dan masyarakat
sekitar dilibatkan dalam sertifikasi RSPO. Mencabut sertifikat RSPO bagi
perkebunan yang melanggar hak-hak buruh, petani dam masyarakat
sekitar," kata Koordinator Aksi, Herwin Nasution.
Selain itu, para pengunjuk rasa meminta
RSPO mewajibkan perusahaan perkebunan anggota RSPO memberikan upah yang
layah bagi buruh mereka. Perusahaan perkebunan anggota RSPO agar tidak
memberlakukan outsorsing, buruh harian lepas, buruh borongan, buruh
kontrak, dalam pekerjaan pemanen, penyemprot, pemupuk, perawatan dan
pekerjaan yang berhubungan dengan zat kimia dan yang tentan dengan
kesehatan dan keselamatan kerja.
"Selama ini pihak perusahaan
mengalang-halangi buruh perusahaan perkebunan dalam berserikat. Untuk
itu, dalam pertemuan RSPO ini maminta agar setiap perusahaan perkebunan
tidak menghalang-halangi dalam kebebasan berserikat," tambahnya.Sumber : jppn.com
No comments:
Post a Comment