Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo memutuskan Upah Minimum Provinsi (UMP)
Ibukota sebesar Rp 2,4 juta. Ia membantah keputusan yang tidak mengikuti
tuntutan buruh itu karena terjebak kepentingan perusahaan penyandang
dana.
"Tidak ada urusan dengan itu," ujar pria yang akrab disapa Jokowi tersebut di Balaikota DKI Jakarta, Senin (4/11/2013).
Ia
menegaskan, ketika Pemprov DKI menaikkan UMP 2013 menjadi Rp 2,2 juta
pihak pengusaha juga mengecam keputusannya itu. Padahal, kenaikan yang
hampir 50 persen itu karena adanya defisit yang menumpuk dari 2007 yang
menyebabkan UMP tidak sesuai dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
"Sehingga
kita kumpulin jadi seperti itu. Dulu juga kita dimaki-maki sama
pengusaha. Enggak apa-apa. Tahun ini juga. Ada yang maki-maki lagi dari
kaum pekerja. Saya kira itu risiko sebuah keputusan," kata Jokowi.
Mantan
walikota Surakarta itu menegaskan, penetapan UMP DKI merupakan murni
perhitungan dari Dewan Pengupahan, yang terdiri dari unsur pemerintah
Jakarta, pengusaha, dan pekerja. Walaupun, perwakilan buruh tidak
menghadiri sidang pengupahan.
Maka, bila telah ditetapkan dan
Surat Keputusan sudah ditandatangani, menurut aturan yang ada nilai UMP
sebesar Rp 2,4 tetap mulai berlaku pada 2014.
"Dan itu sekali
lagi, dari kesepakatan dari Dewan Pengupahan. Jangan keliatan yang
ngitung-ngitung itu saya. KHL juga. Bukan hitung-hitungan dari sana.
Bukan hitung-hitungan Jokowi," beber Jokowi.
Seperti diberitakan,
Sekretaris Jendral Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Muhammad
Rusdi, menilai Jokowi tersandera kepentingan penyandang dana Pemprov
DKI. Di mana kenaikan UMP berdasarkan hasil riset Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM), berimbas pada kenaikan investasi di Jakarta.
Sumber : liputan6.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment