Kenaikan upah minimum provinsi (UMP) dalam dua tahun terakhir
menyulitkan para pengusaha menentukan kebijakan jangka panjang usaha dan
mengakibatkan mereka tidak dapat merancang strategi bisnis ke depan.
Sekretaris
Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Suryadi Sasmita mengatakan,
ini akibat tidak ada kejelasan payung hukum dari pemerintah mengenai
upah minimum. Peraturan tersebut sering dilanggar para buruh dan serikat
buruh untuk meminta kenaikan upah minimum. Menurut dia, proses
penetapan upah minimum di Indonesia diputuskan lebih karena desakan demo
para buruh ketimbang mendengarkan rekomendasi Dewan Pengupahan
Nasional.
“Seharusnya penetapan upah minimum dilakukan lewat
mekanisme Dewan Pengupahan Nasional yang diwakili unsur pengusaha,
pemerintah, dan serikat pekerja,” ungkapnya saat ditemui di Jakarta
kemarin. Untuk itu, para buruh melalui serikat pekerja diharapkan tidak
menuntut upah yang terlalu tinggi. Namun, jika pengusaha tidak sanggup
membayar upah tinggi, pemutusan hubungan kerja (PHK) menjadi salah satu
pilihan yang mau tidak mau harus dilakukan.
“Kita sedang mencari
tempat lain yang layak yang upahnya jauh lebih kompetitif untuk
berinvestasi serta mulai mengganti tenaga kerja dengan mesin,” ujar dia.
Sementara itu, Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI)
Timboel Siregar mengatakan, kenaikan UMP selalu diikuti dengan kenaikan
harga kebutuhan pokok.
Ini akibat ketidakmampuan pemerintah
mengendalikan inflasi. Selain itu, Inpres Nomor 9 Tahun 2013 juga sudah
menenggelamkan UU Nomor 13 mengenai Ketenagakerjaan. Dalam hal ini yang
diamanatkan ialah buruh harus hidup layak tanpa ada pemisahan.
Sumber : koran-sindo.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment