Penerapan sistem jaminan sosial nasional oleh pemerintah berisiko
molor dari jadwal pemberlakukan yang ditentukan pada 1 Januari 2014
menyusul belum siapnya alokasi dana subsidi serta peraturan teknis
pendukung.
Pemerintah berniat melaksanakan sistem jaminan sosial
nasional untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat, termasuk
buruh, agar dapat memenuhi kebutuhan hidup dengan layak. Sebagai
landasan hukum penerapan sistem tersebut adalah UU No. 40/2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Berdasarkan aturan
tersebut, pemerintah diharuskan menyiapkan subsidi untuk meringankan
beban iuran SJSN. Adapun pengusaha juga diharuskan menyiapkan dana untuk
menyubsidi iuran SJSN buruh.
Anggota Komisi Ekonomi Nasional
(KEN) Ninasapti Triaswati mengatakan penerapan SJSN oleh pemerintah
berisiko molor karena belum siapnya alokasi dana subsidi serta aturan
teknis yang mengatur SJSN.
Hingga saat ini, KEN masih menunggu
terbitnya peraturan operasional SJSN dari pemerintah yang rencananya
diberlakukan pada awal tahun mendatang. “Namun hingga pelaksanaan H-54,
KEN masih belum melihat bagaimana draf aturan teknis tersebut disusun
dan disosialisasikan,” katanya kepada Bisnis hari ini, Rabu (4/11/2013).
Padahal
di sejumlah negara maju, lanjutnya, draf kebijakan publik harus
diumumkan untuk untuk mendapat masukan dari masyarakat. “Jangan sampai
masyarakat kaget atas kebijakan baru tersebut.”
Dalam penerapan
SJSN, kata Nina, pemerintah masih memiliki banyak tantangan untuk
penerapan sistem jaminan sosial. Seperti halnya, tumpang tindih
penjaminan sosial dengan menggunakan penetapan upah minimum (UM) yang
mengacu pada besaran angka komponen hidup layak (KHL).
Dalam
penerapan upah minimum berdasarkan angka KHL tersebut dipastikan memicu
banyak perdebatan karena produktivitas dan pertumbuhan ekonomi berada
pada konsep makroekonomi. Adapun KHL berada pada konsep mikroekonomi
yang sangat teknis.
Sumber : bisnis.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment