Buruh tidak akan pernah menikmati kenaikan upah karena inflasi
tinggi. Harga barang yang mahal membuat penerimaan riil selalu menyusut.
Pemerintah harus menekan inflasi serendah mungkin dengan menyediakan
transportasi, perumahan murah, dan perlindungan sosial.
Pemerintah
tidak memiliki strategi perburuhan dan pengupahan yang komprehensif.
Hal ini mengakibatkan buruh selalu menuntut kenaikan upah menjelang
akhir tahun.
Demikian benang merah pendapat Presiden Konfederasi Serikat
Pekerja Seluruh Indonesia Andi Gani Nena Wea dan Sekretaris Jenderal
Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar di Jakarta, Ketua
Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi di Kendari,
Sulawesi Tenggara, serta Sekretaris Eksekutif Apindo Jawa Barat di
Bandung Rudi Martono, Minggu (3/11/2013).
”Kenaikan upah dan harga-harga seperti kejar-kejaran. Mari buruh,
pengusaha, dan pemerintah duduk bersama mengendalikan keadaan ini
supaya forum tripartit tidak formalitas semata,” kata Andi.
Harga kebutuhan pokok yang terus membubung membuat buruh hampir
tak dapat menikmati jerih payah. Seorang buruh lajang menghabiskan
sekitar 45 persen dari upah untuk kontrak kamar atau rumah, 30 persen
untuk makan sehari-hari, dan 15 persen untuk ongkos angkutan.
Andi mengingatkan, Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha, pada
tahun 2012, mengatakan, pemerintah akan menyiapkan ratusan bus gratis
dan rumah susun untuk buruh di kawasan industri. Pemerintah juga
berjanji membangun rumah sakit buruh agar buruh bisa berobat gratis.
Andi menagih keseriusan pemerintah mengatasi pungutan liar yang
menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Menurut Bank Dunia pada 2012,
pengusaha mengeluarkan 20 persen-22 persen dari biaya produksi untuk
pungutan liar dan hanya 9 persen-12 persen untuk komponen upah.
”Banyak hal yang bisa dilakukan pemerintah supaya buruh hidup
layak. Jika angkutan buruh sebagai salah satu dari tiga janji untuk
buruh itu bisa dipenuhi, biaya hidup buruh sudah berkurang,” kata Andi.
Mekanisme pasarTimboel meminta pemerintah berkonsentrasi menjaga
upah riil buruh. Menurut Timboel, kenaikan upah nominal tidak
berkorelasi positif terhadap upah riil akibat inflasi yang tinggi.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menetapkan upah minimum provinsi
(UMP) tahun 2011 sebesar Rp 1.290.000 per bulan, naik dari Rp 1.118.009
per bulan pada 2010. Penetapan UMP tahun 2013 sebesar Rp 2,2 juta per
bulan pada akhir tahun 2012 telah memicu gelombang pemutusan hubungan
kerja (PHK) akibat industri padat karya kolaps.
Pemerintah perlu meniru langkah Pemerintah China yang membangun
fasilitas permukiman lengkap bagi buruh di dalam kawasan industri dan
menyubsidi harga pangan. Strategi ini membuat buruh tinggal dekat tempat
kerja sehingga mereka memiliki kelebihan likuiditas dan daya beli pun
meningkat.
Sofjan Wanandi yang dihubungi di Kendari menegaskan bahwa
kesejahteraan buruh tidak bisa dipenuhi dengan upah semata. Pemerintah
harus bisa mewujudkan janji membangun perumahan buruh di kawasan
industri, menekan suku bunga perbankan untuk mendorong investasi,
menekan penyelundupan, memberantas pungutan liar, dan membangun
infrastruktur untuk menaikkan daya saing industri.
”Ongkos produksi menjadi lebih murah sehingga pengusaha bisa
menaikkan upah buruh. Sekarang ini kami semakin susah bersaing dengan
barang impor dan ini masalah kita semua karena investor mulai jera masuk
sektor industri padat karya,” kata Sofjan.
Rudi Martono mengemukakan, pengusaha juga membayar pajak. Dari
kontribusi pajak yang jumlahnya tidak sedikit, tentu menjadi tanggung
jawab pemerintah mengupayakan biaya pendidikan yang terjangkau bagi
masyarakat atau buruh, jaminan pelayanan kesehatan gratis, transportasi
murah, dan juga pembangunan infrastruktur guna menekan ekonomi biaya
tinggi.
Ketika masih bermasalah, hal ini bisa berdampak pada beban
operasional perusahaan ataupun makin beratnya beban buruh. Akhirnya,
yang dituntut buruh kepada pengusaha adalah upah yang begitu tinggi,
yang sangat memberatkan, bahkan sulit dipenuhi pengusaha.
Di tengah kerumitan penentuan upah, Gubernur Sumatera Barat Irwan
Prayitno yakin pengusaha dan buruh di wilayah tugasnya bisa menerima
keputusannya atas besaran UMP Sumatera Barat 2014. Pada 1 November 2013,
UMP Sumatera Barat 2014 ditetapkan sebesar Rp 1.490.000 per bulan.
”Proses penetapan UMP sudah dilewati dengan diskusi dan
musyawarah dengan semua pihak dalam tripartit. Lalu keputusan sudah
diambil dengan mempertimbangkan kepentingan semua. Sudah saya putuskan
dan sejauh ini tidak ada keberatan,” tutur Irwan Prayitno.
Besaran UMP tersebut naik dari tahun 2013 sebesar Rp 1.400.000
per bulan dan tahun 2012 sebesar Rp 1.350.000 per bulan. Penetapan UMP
tersebut merupakan rekomendasi Dewan Pengupahan Provinsi.
Sumber : kompas.com
No comments:
Post a Comment