Friday, November 15, 2013

Janji akhiri upah murah, SBY malah dicaci buruh dan pengusaha

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono angkat bicara soal isu kenaikan upah buruh. SBY menegaskan pembelaannya terhadap tuntutan serikat pekerja yang mendesak peningkatan gaji dan fasilitas kesejahteraan.
Presiden mengatakan, sebagian pelaku industri Indonesia menerapkan kebijakan kurang adil, lantaran memberi upah murah pada kaum buruh.
Bahkan dia mensinyalir, karena pekerja di Tanah Air bersedia dibayar rendah, hal itu dianggap sebagian kalangan sebagai keunggulan komparatif dibanding industri pesaing di luar negeri buat menarik investor.
"Saya katakan buruh murah sudah selesai. Tidak boleh dijadikan keunggulan komparatif," kata presiden di saat bertemu perwakilan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) di Istana Bogor, awal pekan ini (5/11).
Tak cuma itu, presiden meminta menteri-menteri terkait memastikan berfungsinya Dewan Pengupahan sebagai sarana dialog buruh-pengusaha. Bila negosiasi upah sudah disepakati, SBY mendesak semua pihak mematuhi aturan main tersebut.

Pernyataan presiden didasarkan atas keprihatinan terhadap kasus kekerasan akibat buruh berunjuk rasa menuntut kenaikan upah pekan lalu.
"Peningkatan upah buruh dengan kemampuan dunia usaha, bicarakan baik-baik. Ketika sudah berjalan, (pabrik) jangan disegel. Kita ingin buruh sejahtera, perusahaan juga tidak ada PHK. Jangan dibiarkan kalau ada kekerasan yang tidak perlu," ujarnya.
Bukannya gembira, buruh justru acuh dengan janji presiden. Alasannya, kondisi di lapangan belum menunjukkan keberpihakan pemerintah pada nasib kelas pekerja.
Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyambut dingin pernyataan SBY. Dia balik mencontohkan kasus penentuan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta pekan lalu.
Gubernur DKI Joko Widodo sebagai anak buah presiden, menurut Iqbal, terbukti mendukung penerapan upah murah dengan mengetok UMP 2014 sebesar Rp 2,4 juta per bulan. Jika SBY serius mengakhiri tradisi upah murah, Iqbal memintanya merevisi ketetapan provinsi tersebut.
"Apa yang disampaikan SBY bertolak belakang dengan fakta di lapangan. Kebijakan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jokowi ini jelas bertolak belakang dengan semangat menghapus upah murah. Jadi pernyataan SBY soal upah murah ini harus disesuaikan dengan kondisi lapangan" kata Iqbal pada merdeka.com kemarin.
Buat KSPI, kenaikan upah tahun depan sebesar 50 persen tak bisa diganggu gugat. Alasannya, buruh sudah menggelar survei Komponen Hidup Layak (KHL) yang menunjukkan pekerja berpengalaman nol tahun di kota besar minimal perlu dibayar Rp 3,7 juta saban bulan. Apalagi Jakarta merupakan barometer penentuan upah daerah lain, sehingga Said mendesak keputusan DKI harus mencerminkan kepatutan upah.
"Bagaimana mungkin buruh dengan Rp 2,4 juta bisa hidup. Untuk sewa rumah sudah Rp 600.0000, ongkos transportasi Rp 500.000, belum kebutuhan lain-lain," urainya.
Saat buruh sinis dengan janji presiden, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) turut meradang. Mereka merasa disudutkan oleh pernyataan SBY soal praktik upah murah.
Ketua Bidang Hubungan Industrial Apindo, Hasanuddin Rachman, menilai presiden melempar pernyataan pada publik yang tak jelas maknanya. Dia bahkan menuding SBY terjebak pemakaian jargon serikat pekerja yang politis dan provokatif.
"Presiden mengatakan sesuatu yang dia sendiri tidak mengerti. Dengan pernyataan kemarin, Presiden terbawa, latah, padahal istilah upah murah dilansir oleh kalangan serikat buruh," kata Hasanuddin.
Dia mengaku kecewa karena pidato presiden menciptakan kesan pengusaha Indonesia selama ini membayar buruh lebih murah dari negara lain buat menarik investor. Apindo mengklaim, sistem pengupahan di Tanah Air tak jauh beda dari negara pesaing.
Hasanuddin sekaligus mempertanyakan, apa alasan presiden menyebut upah murah sebagai keunggulan komparatif.
"Kita tidak pernah menganggap upah sebagai keunggulan komparatif. Kalau bicara pengupahan ada upah minimum, ada pula remunerasi. Seakan selama ini kita bayar lebih murah, enggak benar, kan sistem upah kita ada perbandingan dengan negara pesaing," tandasnya.
Agar masalah upah tak jadi semakin runyam, Apindo menantang pemerintah konsisten menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Di dalam beleid itu sudah dijelaskan alur pembahasan kenaikan upah.
Pengusaha balik menuding bahwa buruh yang selama ini kerap tak ikut aturan, lalu dibiarkan saja oleh aparat pemerintah, baik Kemenakertrans maupun kepolisian.
"UU kita sudah mengatur segala-galanya, tapi implementasi tidak berjalan. Pernyataan presiden jelas kontradiktif," kata Hasanuddin.




Sumber : merdeka.com

No comments:

Post a Comment