Presiden Susilo Bambang Yudhoyono angkat bicara soal isu kenaikan upah buruh. SBY menegaskan pembelaannya terhadap tuntutan serikat pekerja yang mendesak peningkatan gaji dan fasilitas kesejahteraan.
Presiden mengatakan, sebagian pelaku industri Indonesia menerapkan
kebijakan kurang adil, lantaran memberi upah murah pada kaum buruh.
Bahkan dia mensinyalir, karena pekerja di Tanah Air bersedia dibayar
rendah, hal itu dianggap sebagian kalangan sebagai keunggulan komparatif
dibanding industri pesaing di luar negeri buat menarik investor.
"Saya katakan buruh murah sudah selesai. Tidak boleh dijadikan
keunggulan komparatif," kata presiden di saat bertemu perwakilan Kamar
Dagang dan Industri (Kadin) di Istana Bogor, awal pekan ini (5/11).
Tak cuma itu, presiden meminta menteri-menteri terkait memastikan
berfungsinya Dewan Pengupahan sebagai sarana dialog buruh-pengusaha.
Bila negosiasi upah sudah disepakati, SBY mendesak semua pihak mematuhi aturan main tersebut.
Pernyataan presiden didasarkan atas keprihatinan terhadap kasus
kekerasan akibat buruh berunjuk rasa menuntut kenaikan upah pekan lalu.
"Peningkatan upah buruh dengan kemampuan dunia usaha, bicarakan
baik-baik. Ketika sudah berjalan, (pabrik) jangan disegel. Kita ingin
buruh sejahtera, perusahaan juga tidak ada PHK. Jangan dibiarkan kalau
ada kekerasan yang tidak perlu," ujarnya.
Bukannya gembira, buruh justru acuh dengan janji presiden. Alasannya,
kondisi di lapangan belum menunjukkan keberpihakan pemerintah pada
nasib kelas pekerja.
Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyambut dingin pernyataan SBY. Dia balik mencontohkan kasus penentuan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta pekan lalu.
Gubernur DKI Joko Widodo
sebagai anak buah presiden, menurut Iqbal, terbukti mendukung penerapan
upah murah dengan mengetok UMP 2014 sebesar Rp 2,4 juta per bulan. Jika
SBY serius mengakhiri tradisi upah murah, Iqbal memintanya merevisi ketetapan provinsi tersebut.
"Apa yang disampaikan SBY
bertolak belakang dengan fakta di lapangan. Kebijakan yang dikeluarkan
oleh Gubernur Jokowi ini jelas bertolak belakang dengan semangat
menghapus upah murah. Jadi pernyataan SBY soal upah murah ini harus disesuaikan dengan kondisi lapangan" kata Iqbal pada merdeka.com kemarin.
Buat KSPI, kenaikan upah tahun depan sebesar 50 persen tak bisa
diganggu gugat. Alasannya, buruh sudah menggelar survei Komponen Hidup
Layak (KHL) yang menunjukkan pekerja berpengalaman nol tahun di kota
besar minimal perlu dibayar Rp 3,7 juta saban bulan. Apalagi Jakarta
merupakan barometer penentuan upah daerah lain, sehingga Said mendesak
keputusan DKI harus mencerminkan kepatutan upah.
"Bagaimana mungkin buruh dengan Rp 2,4 juta bisa hidup. Untuk sewa
rumah sudah Rp 600.0000, ongkos transportasi Rp 500.000, belum kebutuhan
lain-lain," urainya.
Saat buruh sinis dengan janji presiden, Asosiasi Pengusaha Indonesia
(Apindo) turut meradang. Mereka merasa disudutkan oleh pernyataan SBY soal praktik upah murah.
Ketua Bidang Hubungan Industrial Apindo, Hasanuddin Rachman, menilai
presiden melempar pernyataan pada publik yang tak jelas maknanya. Dia
bahkan menuding SBY terjebak pemakaian jargon serikat pekerja yang politis dan provokatif.
"Presiden mengatakan sesuatu yang dia sendiri tidak mengerti. Dengan
pernyataan kemarin, Presiden terbawa, latah, padahal istilah upah murah
dilansir oleh kalangan serikat buruh," kata Hasanuddin.
Dia mengaku kecewa karena pidato presiden menciptakan kesan pengusaha
Indonesia selama ini membayar buruh lebih murah dari negara lain buat
menarik investor. Apindo mengklaim, sistem pengupahan di Tanah Air tak
jauh beda dari negara pesaing.
Hasanuddin sekaligus mempertanyakan, apa alasan presiden menyebut upah murah sebagai keunggulan komparatif.
"Kita tidak pernah menganggap upah sebagai keunggulan komparatif.
Kalau bicara pengupahan ada upah minimum, ada pula remunerasi. Seakan
selama ini kita bayar lebih murah, enggak benar, kan sistem upah kita
ada perbandingan dengan negara pesaing," tandasnya.
Agar masalah upah tak jadi semakin runyam, Apindo menantang
pemerintah konsisten menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan. Di dalam beleid itu sudah dijelaskan alur
pembahasan kenaikan upah.
Pengusaha balik menuding bahwa buruh yang selama ini kerap tak ikut
aturan, lalu dibiarkan saja oleh aparat pemerintah, baik Kemenakertrans
maupun kepolisian.
"UU kita sudah mengatur segala-galanya, tapi implementasi tidak
berjalan. Pernyataan presiden jelas kontradiktif," kata Hasanuddin.
Sumber : merdeka.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment