Seringkali kita tak sadar, jika sebuah propaganda tersistematis
sedang bekerja untuk melakukan pembodohan kepada kita. Tentang upah,
misalnya. Perlahan namun pasti, kekuatan itu bekerja. Ditanamkan
pemahaman kepada buruh bahwa upah minimum yang saat ini sudah diputuskan
oleh Gubernur sudah sesuai. Berdasarkan rapat dewan pengupahan, yang
didalamnya terdapat unsur pengusaha, buruh, pemerintah, dan akademisi.
Namun besarnya upah minimum tak sesuai dengan harapan?
Memang, masih jauh dari target yang diharapkan. Namun jangan salahkan
pemerintah atau Gubernur yang menandatangani surat keputusan. “Salahkan
serikat pekerja yang melakukan walk out dari rapat dewan pengupahan,”
kata mereka. Ini pembodohan pertama.
Pembodohan yang kedua, mereka bilang, permintaannya jauh lebih besar
dari yang engkau minta. Jika dirimu hanya meminta 50%, tak
tanggung-tanggung, mereka mengatakan akan memperjuangkan diangka 60%.
Engkau berdebar mendengarnya. Seolah yakin sekali, keajaiban akan
terjadi. Namun faktanya, pernyataan itu berlalu begitu saja seiring
dengan bergantinya waktu.
“Nilai UMK sudah diputuskan. Perjuangan telah selesai. Mari kita syukuri,” kata mereka.
“Belum. Belum selesai. Perjuangan masih akan terus kita lanjutkan.
Justru ini adalah awal, buat kita untuk melawan lebih keras lagi,”
katamu.
“Tapi itulah hasil maksimal yang bisa kita capai. Kita sudah
berusaha. Dan lagipula, Gubernur sudah menerbitkan SK,” itu argumentasi
mereka selanjutnya.
“Karena itu kita meminta Gubernur untuk meninjau ulang besaran upah
minimum yang sudah ditetapkan. Dia memiliki kewenangan untuk
melakukannya. Mari kita kepung Kantor Gubernur dengan jumlah massa yang
maksimal.”
“Percuma. Gubernur tak akan merevisi,” mereka sangat yakin sekali.
“Biarkan kami tetap disini. Buat apa buang-buang biaya dan energy.
Jauh-jauh pergi ke Bandung untuk sesuatu yang sudah bisa kita prediksi:
upah minimum naik sesuai dengan rekomendasi?” Jawabnya.
“Dengan atau tanpa kalian kami akan terus bergerak. Persoalan upah tak hanya selesai di meja dewan pengupahan,” katamu.
Seperti biasa, selalu ada alasan untuk menjadi pembenar dari setiap
tindakan. Mereka bilang, aksi walk out yang dilakukan anggota Dewan
Pengupahan adalah penyebab upah murah ini. “Coba kalau kalian tidak walk
out, kita pasti bisa memenangkannya. Dengan meninggalkan meja
perundingan, itu artinya mereka sebagai pecundang,” katanya, malam itu.
Setelah mendengarkan penjelasan dari wakil-wakilmu yang duduk didalam
dewan pengupahan, engkau baru menyadari jika dengan kalimat mereka tadi
sesungguhnya sedang mengarahkan telunjuk kepada diri sendiri.
Barangkali memang seperti inilah ciri orang yang sedang terjangkiti
sakit jiwa: merasa selalu benar dan menyalahkan orang lain untuk melakukan pembenaran.
Dengan komposisi dewan pengupahan yang ada, jika pun dilakukan
votting, maka hasilnya tetap saja buruh akan kalah. Dan ketika kekalahan
itu dihasilkan karena votting, itu artinya telah melegitimasi kekalahan
itu sendiri.
Dalam konteks ini, aksi walk out yang dilakukannya justru hendak
menegaskan bahwa buruh melawan sekeras-kerasnya ‘pemiskinan’ sistematis
terhadap buruh melalui kebijakan upah murah. Menolak menjadi bagian
dari pihak yang akan melegitimasi upah murah di Indonesia. Nyatanya
mereka meninggalkan meja perundingan bukan sebagai pecundang, tetapi
untuk menyiapkan perlawanan lanjutan.
Mereka hanya diam sembari bertepuk tangan. “Nilai UMK sudah diputuskan. Perjuangan telah selesai. Mari kita syukuri,” katanya.
Kalian membuktikannya. Keesokan harinya, ribuan buruh mendatangi
Gedung Sate untuk meminta Gubernur agar upah minimum hasil rekomendasi
dewan pengupahan ditinjau ulang.
Mereka masih sempat mengatakan, “Mereka piknik ke Bandung. Bertamasya ke Gedung Sate.”
“Kita syukuri saja yang ada. Lebih baik makan singkong tapi nyata daripada makan roti tapi hanya didalam mimpi.”
Saya yang mendengarnya, hanya bisa mengelus dada. Tadinya, saya
berfikir tak penting menanggapi hal-hal sepele seperti ini. Namun
seorang kawan mengingatkan, jika hal seperti ini tak dijelaskan duduk
persoalannya, dikhawatirkan bisa menulari yang lain. Akibatnya akan
sangat berbahaya. Sudahlah buruh mendapatkan upah murah, masih dibodohi
pula.
Sumber : fspmi.co.id
Saturday, November 23, 2013
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment