Meski belum dimulai, Piala Dunia 2022 di Qatar sudah menuai gunjingan
dan kontroversi. Pasalnya, sebuah laporan terbaru dari organisasi HAM
dunia, Amnesty International, membeberkan adanya unsur kekerasan pada
pekerja konstruksi bangunan dan fasilitas Piala Dunia sepakbola yang
diselenggarakan di Qatar pada 2022 nanti.
Seperti dikutip dari CNBC,
Selasa (19/11/2013), kondisi yang mengerikan menimpa para pekerja asing
yang bekerja membangun infrastruktur untuk Piala Dunia di Qatar.
Laporan
tersebut dapat membuat malu Presiden FIFA Sepp Blatter mengingat pekan
lalu dia dengan lantang menyatakan, hak-hak pekerja di Qatar sudah
dilindungi dengan baik.
Faktanya, dalam laporan bertajuk `The
Dark Side of Migration: Spotlight on Qatar's construction sector ahead
of the World Cup` itu, terungkap para buruh mengalami kerja paksa.
Dengan,
dengan kondisi kerja yang berbahaya, para buruh tersebut bahkan tidak
dibayar dan akomodasinya jauh dari standar yang seharusnya.
"Kondisi ini tidak dapat dimaafkan. Di salah satu negara terkaya di
dunia, begitu banyak buruh asing yang dieksploitasi dengan kejam,
kehilangan upahnya dan bahkan harus berjuang untuk bertahan hidup,"
ungkap Sekretaris Jenderal Amnesty International, Salil Shetty dalam
keterangan tertulisnya.
Sebelumnya, Blatter telah bertemu
dengan pimpinan Qatar Sheikh Tamim bin Hamad bin Khalifa Al Than dan
yakin negara tersebut mampu mengemban tugasnya dengan baik dan sesuai
standar serta mampu memenuhi hak para pekerja.
"FIFA memahami
upaya Amnesty International untuk keadilan sosial dan menghargai hak
asasi manusia yang sangat sejalan dengan tujuan FIFA," ungkap pernyataan
dari pihak FIFA dalam tulisannya.
FIFA juga memiliki tujuan
yang sama dengan Amnesty International guna memastikan tuan rumah Piala
Dunia tidak mengabaikan kesehatan, keamanan dan hak para pekerja
bangunan yang bertugas mempersiapkan penyelenggaraan acara.
Laporan lembaga HAM internasional itu diperoleh dari keterangan para
pekerja, atasan dan pejabat pemerintah. Hasil wawancara pada 210 tenaga
kerja asing itu menunjukkan, seluruh pekerja konstruksi menderita
tekanan psikologis dan banyak yang memilih untuk bunuh diri saja.
Bagaimana tidak, tanpa bayaran, utang semakin menumpuk dan para pekerja tidak dapat menafkahi keluarganya di rumah.
Lebih parah lagi, para pekerja asal Nepal mengaku menerima tindakan
kekerasan yang tidak manusiawi. Semua pekerja tersebut mengaku
diperlakukan seperti hewan ternak karena harus bekerja 12 jam per hari
tanpa libur.
Bahkan di musim panas, di bawah terik matahari, para pekerja tetap dipaksa bekerja dengan ketentuan waktu yang sama.
"Temuan kami menunjukkan adanya eksploitasi parah di sektor konstruksi
di Qatar. FIFA bertanggungjawab untuk dengan tegas menyampaikan pihaknya
tidak akan mentolerir perebutan hak-hak manusia dapat sejumlah proyek
konstruksi yang terkait dengan Piala Dunia," tegas Shetty.
Sumber : liputan6.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment