Tuesday, November 19, 2013

Kebiasaan Buruk Karyawan Indonesia

Ketika perusahaan tempat saya bekerja mengalami kemunduran dan mulai bekerja sama dengan perusahaan luar negeri (Uni Emirat Arab), maka ketika itu pula terjadi perubahan yang signifikan. Perubahan itu ditandai dengan rasa stres yang dialami baik oleh karyawan ekspatriat pemberi pekerjaan maupun karyawan lokal pelaksana pekerjaannya.
Enam tahun kemudian, sekarang, di perusahaan yang sama yang sudah dikuasai oleh perusahaan asing lainnya (Jepang) itu masih terlihat beberapa karyawan ekspatriat dan lokal yang sama-sama stres. Beberapa karyawan senior yang sudah tidak tahan mengajukan pengunduran diri, resign. Sudah tentu pengunduran diri yang sangat merugikan kedua belah pihak, karyawan tidak mendapatkan pesangon meski sudah bekerja puluhan tahun dan perusahaan kehilangan karyawan pengalaman. Boleh jadi karyawan yang resign itu berprinsip rejeki pemberian Tuhan, dimana saja bisa mencarinya.

Perusahaan Jepang itu ingin berinvestasi di Indonesia dengan membeli (saham mayoritas) perusahaan lokal. Mereka hanya ingin mengontrol dan mengendalikan saja dari negaranya dan menyerahkan pengelolaan kepada orang lokal. Namun, mereka masih belum yakin melepaskan pengelolaan itu, karena kinerja para karyawan lokal dianggap berpotensi menyebabkan kerugian. Dikirimlah para ekspatriat dari negaranya untuk memperbaiki kinerja itu.
Dua hal utama yang ingin diperbaiki adalah prosedur/dokumen penunjang kerja dan kebiasaan/habit karyawan. Prosedur kerja perusahaan dianggap masih kurang lengkap, sehingga kualitas yang dihasilkan belum sesuai dengan standar perusahaan asing itu. Mereka mulai memperkenalkan beberapa prosedur kerjanya (transfer teknologi yang menguntungkan).
Kebiasaan karyawan lokal yang cenderung buruk, yang dilakukan berulang-ulang dan sulit diubah atau diperbaiki, membuat para ekspatriat senewen, marah dan stres. Kebiasan buruk itu yaitu:
  • sering datang terlambat ke tempat kerja
  • absen tanpa memberitahu sebelum atau sesudahnya, utamanya berkaitan dengan status pekerjaan yang menjadi tanggung-jawabnya
  • malas, ogah-ogahan, demotivasi, asal-asalan dalam bekerja
  • kurang mengetahui atau memperhatikan skop pekerjaannya (scope of work)
  • sok tahu, dalam proses pengerjaan hanya berdasar pada pengalaman kerja, mengabaikan atau enggan mempelajari standar, spesifikasi dan prosedur kerja yang baru atau sedang dipakai
  • tak mau tahu, tak ada inisiatif bertanya ke pihak lainnya jika mendapatkan ketidak-jelasan, cenderung diam dan mengandalkan atasannya saja
  • kurang teliti, lupa mengecek ulang hasil pekerjaan, sehingga banyak terjadi kesalahan yang tak perlu dan mendasar
  • pemalu dan kurang berani menanyakan hal yang belum atau tidak jelas, utamanya kepada ekspatriat
  • kurang rasa memiliki (sense of belonging)
  • kerjasama tim (teamwork) yang kurang baik, asyik dengan pekerjaan sendiri, kurang melihat kaitan/pengaruh dengan pekerjaan orang lain
  • keasyikan dengan gadget (HP, Ipad, Laptop, dll) untuk urusan pribadi saat jam kerja, lebih banyak ‘bermain’ untuk menghibur diri ketimbang ‘belajar’ untuk meningkatkan pengetahuan/ketrampilan
  • jiwa kepemimpinan (leadership) yang kurang
  • kurang disiplin dan bertanggung jawab dalam (waktu) bekerja
Selain kebiasaan buruk itu, juga kemampuan pengetahuan teknik dan skill yang masih kurang, dan komunikasi yang sering kurang nyambung karena kendala bahasa (Inggris). Hal yang sudah umum menjadi agenda/program training perusahaan dimana pun untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan itu.
Beberapa karyawan yang terindikasi mempunyai kebiasaan buruk seperti di atas sudah tentu mendapat teguran dari atasannya. Namun, karena sulit mengubah, maka ada yang lebih suka memilih resign, mencari perusahaan lain yang ‘toleran’, utamanya bagi karyawan outsourcing setelah masa kontrak kerjanya berakhir. Beberapa karyawan yang memilih resign ini merasa yakin masih banyak lowongan kerja dari perusahaan yang sejenis.
Banyak pula karyawan yang mulai sadar untuk berubah, meski dirasa sulit. Makin menyadari bahwa untuk lebih profesional memang harus memperbaiki diri dari kebiasaan buruk itu. Banyak yang datang terlambat dengan alasan kemacetan lalu lintas jalan di Jakarta, termasuk saya. Rasanya malu dan terlihat bego (kurang akal) jika terus menerus beralasan dengan hal yang sama. Mensiasati kemacetan itu, yang bisa dilakukan adalah dengan datang lebih pagi lagi, teman lainnya dengan menjadi anggota roker, rombongan kereta, dsb.
Kebiasaan baru yang dilakukan setiap pagi hari, tepat pada jam kerja dimulai adalah pembacaan semacam deklarasi/pernyataan, yang diikuti oleh semua karyawan di bagian/departemen masing-masing. Di bagian engineering/perencanaan dibaca “6 Basic Manners in Corporate” dan “10 Basic Actions by Engineer in Corporate” (sengaja nama perusahaan saya ganti dengan ‘corporate‘). Saya jadi teringat cerita ayah saya tentang kebiasaan di jaman Jepang yang para pegawainya rutin tiap pagi melakukan upacara tertentu sebelum memulai pekerjaan.
Pernyataan asertif itu memang positif, misalnya “6 Basic Manners in Corporate” berisi 6 sikap dasar, yaitu komitmen untuk: tepat waktu menjaga jadwal, meningkatkan komunikasi, menyiapkan laporan/munutes of meeting, mengoptimasi EPC (Engineering, Procurement & Connstruction), patuh terhadap standar dan prosedur, dan tidak meninggalkan hal-hal yang tak jelas.
Sedangkan “10 Basic Actions by Engineers in Corporate” berisi sepuluh tindakan dasar para karyawan engineering, yaitu berkenaan dengan: jadwal, kualitas, komunikasi, optimasi menyeluruh, spesifikasi, basis design, kerjasama tim, klien, vendor, dan terlibat dalam keseluruhan proyek.
Pernyataan itu salah satu solusi masalah yang menjadi perhatian para ekspatriat, yaitu mengeliminir kebiasaan buruk karyawan lokal. Dengan dibacakannya pernyataan itu berulang-ulang setiap hari oleh para karyawan secara bergiliran dan diikuti oleh semua karyawan, maka diharapkan pesannya bisa merasuk ke alam bawah sadar dan mempengaruhi tindakan karyawan selanjutnya.
Tampak karyawan mulai memperbaiki diri, berusaha meninggalkan kebiasaan buruk semampunya. Terlihat pula wajah cerah beberapa karyawan ekspatriat, yang sepertinya sudah mulai merasakan hasil dari kerja keras mensupervisi selama ini. Ops, beberapa ekspatriat itu juga sudah mulai santai dan sering berlama-lama saat istirahat merokok. Hmm… jangan-jangan mereka malah yang ganti ketularan kebiasaan buruk karyawan Indonesia ya?! (Depok, 18 November 2013).



Sumber : kompasiana.com

No comments:

Post a Comment