Monday, November 25, 2013

Demo lagi.., macet lagi.., telat lagi.., ingkar janji, Cing!

 Demo di jalanan jantung kota Jakarta era reformasi mirip menu sehari-hari ibu kota.  Kemarin, ada yang pawai di jalan,  lusa  ada demo iring-iringan kendaraan bermotor.  Hari ini, ada demo protes keras skandal penyadapan yang meluber di di jalanan  depan kantor Keduabes Australia, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (22/11/13).
Memang, ruh demo di ibu kota biasanya beragam.  Daftar demo di Polda Metro Jaya mencatat demo selama 2013 terbanyak diduduki demo buruh. Ironisnya, rata-rata demo turun jalan di ibukota tidak cuma merepotkan pengendara kendaraan roda empat maupun roda dua.  Kemacetan di mana-mana.

Bila realitas seperti itu, warga Jakarta pengguna jalan hanya bisa mengelus dada, atau tidak jarang yang ngedumel.  Cuma, siapa yang harus dikambinghitamkan?  Demo turun jalan bukan cuma membuat kemacetan Jakarta tambah parah. Tapi, roda prokduktifitas bisnis Jakarta terganggu. Kerugian material dan imaterial tak terprediksi, pasti.  Tragis lagi,  prilaku ingkar janji baik itu –khususnya janji bertemu kaitan bisnis– pelan tapi pasti seolah jadi budaya.
Haruskah ada jalur khusus demo seperti  jalur busway? Haruskah ada ruang demo di ibu kota Jakarta? Atau,  haruskah ada muara aspirasi yang tidak merampas hak-hak hajat hidup warga Jakarta yang tidak ikut berdemo? Agaknya, sebuah dilema keniscayaan.  Mencenungkan, menelisik kemacetan total cukup panjang lebih satu jam yang terjadi sepanjang arus jalan berkait Jl. HR Rasuna Said, akibat demo di depan Gedung Kedubes Australia.




Sumber : lensaindonesia.com

No comments:

Post a Comment