Saat menghadiri ITUC-AP Regional Workshop on Protecting and Promoting Workers Rights in EPZs di Manila, Filipina, seorang peserta asal Jordan memberikan buku kecil kepada saya. Saking kecilnya, buku itu bisa dimasukkan kedalam saku. Judulnya sederhana. Namun memberikan kesan yang sangat mendalam: You Are Not Alone.
“Kamu tidak sendirian,” begitu buku itu diberi judul.
Pemberian seseorang, apalagi ketika kita berada jauh dari negeri
sendiri, bagi saya memberikan kesan yang mendalam. Buku itu tidak saja
menjadi menanda bahwa pernah ada pertemuan diantara kami, tetapi juga
menautkan dua hati. Sampai kapanpun, ketika saya membaca kembali buku
itu, tak akan pernah lupa jika ia adalah pemberian dari kawan baru saya
yang jauh disana, Jordan.
Dia tak perlu menceritakan kepada saya secara langsung apa yang
kawan-kawan buruh lakukan Jordan. Saya tinggal membacanya dan saat itu
juga saya bisa mengetahui bagaimana aktivitas kaum buruh disana. Mulai
dari diskusi, konsolidasi, training, unjuk rasa, dan sebagainya. Itulah
hebatnya buku. Setiap cerita menjadi abadi, melintasi ruang dan waktu.
Selama mengikuti worskhop ini, saya semakin memahami, bahwa EPZs,
atau yang di Indonesia dikenal juga dengan sebutan Kawasan Ekonomi
Khusus, tidak hanya ada di Indonesia. Tetapi juga menjadi masalah buruh
diseluruh dunia. Setidaknya hal itulah yang diceritakan oleh peserta
yang berasal dari Filipina, Malaysia, India, Sri Lanka, Korea, Kamboja,
Singapura, dan Bangladesh ini.
Sadar bahwa ini adalah masalah global, secara bersama-sama kami
menyusun strategi untuk melakukan advokasi terhadap permasalahan ini.
“Kamu tidak sendiri.” Tiba-tiba kalimat ini memenuhi pikiran saya.
Akan selalu ada kawan yang dengan senang hati mengulurkan tangan disaat
kita membutuhkan.
Ya, buruh memang tak pernah sendiri. Disebuah pabrik, misalnya,
selalu ada banyak orang yang bekerja disana. Ada yang bekerja dibagian
gudang, bagian produksi, bagian QC, bagian administrasi, bagian
kebersihan (cleaning service), bagian keamanan (security),
dan sebagainya. Mereka saling bekerjasama satu sama lain. Tak hanya
antar individu, kerjasama antar bagian pun sangat kompak. Buruh
bahu-membahu agar hasil produksi memiliki kualitas tinggi dan target
yang dibebankan terpenuhi.
Tetapi itu untuk kepentingan perusahaan. Agar target produksi
terpenuhi, mereka bisa begitu kompak, dan jika perlu, melakukan kerja
lembur. Tak jarang dengan mengatasnamakan loyalitas. Tak apa upah lembur
tak dibayar, yang penting kontrak kerja tetap diperpanjang.
Tetapi giliran untuk kepentingan mereka sendiri, banyak buruh yang tak lagi sekompak ini.
Ironis. Untuk kepentingan modal mereka bisa bersatu dan bekerja lebih
keras dari kemampuan yang sebenarnya. Giliran ketika hak-haknya tak
dipenuhi dan diminta bersatu untuk kepentingan dirinya sendiri,
seringkali susah sekali dilakukan.
“Kalau ada kawan kita yang di PHK atau tak diperpanjang kontraknya,
kita gembira…,” begitu seseorang pernah bercerita kepada saya.
“Kenapa bisa begitu?” Tanya saya.
Cepat dia menjawab,” Gembira karena bukan kita yang di PHK.”
Saya tertawa mendengar jawaban itu. Egois sekali kita ini. Untuk
kepentingan majikan begitu mudah kita bekerjasama, giliran untuk
kepentingan dirinya sendiri, sulit sekali untuk disatukan. Padahal buruh
tak pernah sendiri. Jumlah mereka banyak. Tetapi mengapa selalu ada
saja perasaan asing antara satu dengan yang lainnya?
“Kamu tidak sendirian.” Jika kita percaya upah adalah hal yang
fundamental bagi buruh, seharusnya kita bisa merapikan barisan, bergerak
berbarengan agar kekuatan kita menjadi semakin hebat.
“Kamu tidak sendirian.” Jika kita percaya kekerasan yang dilakukan
preman terhadap buruh yang sedang melakukan hak mogok kerja menjadi
ancaman bagi demokrasi, seharusnya kita bersatu untuk menuntut balas
kepada para pelaku.
“Kamu tidak sendiri.” Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi,
Karawang, dan dimanapun setiap kota engkau sebut, disana kawanmu berada.
Sumber :fspmi.or.id
No comments:
Post a Comment