Demo buruh dan tuntutan kenaikan UMK
2014 beberapa waktu lalu juga merisaukan para pengusaha muda yang
tergabung dalam HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia) dan menilainya
sebagai sesuatu yang tidak rasional dan tidak wajar
Dari data yang didapatkan dari
Kementrian Perindustrian , dalam kurun waktu 2000- 2012 rata-rata UMK
Nasional naik 12,8% setiap tahunnya. Dengan inflasi rata-rata 7,8% per
tahun. Namun sebaliknya hal ini diikuti dengan produktivitas yg
sedemikian rendah,yakni 3,4% per tahun.
Sumber : fren247.com
Ahmad Adisuryo, yang akrab dipanggil
Opid, seorang pengusaha muda yang bergerak di bidang jasa kelistrikan
dan salah seorang pengurus BPD HIPMI Jawa Timur mengatakan bahwa demo
buruh yang setiap tahun selalu terjadi ini juga disebabkan karena
biasnya cara pemerintah dalam menetapkan UMK setiap tahun yang semakin
lama semakin menjadi ajang tawar menawar, tarik ulur dan tidak relevan
dengan semangat kemajuan bersama.
Untuk jatim, khususnya
surabaya,sidoarjo,gresik UMK rata-rata 2012 sebesar Rp.1,2 juta ,
menjad1 rata-rata Rp. 1,7 jutaan di tahun 2013 dan 2014 mencapai Rp. 2,2
jt an. Sehingga kenaikan dibanding UMK 2012 (hanya berselang 2th yg
lalu) sebesar 75%!, tandas Opid
Hal ini sudah tidak rasional dan tidak
wajar. Apalagi ditengah kondisi persaingan usaha yg semakin ketat dan
menghadapi era persaingan dan pasar bebas Asean 2015
Semangat evaluasi UMI setiap tahun
adalah menyesuaikan daya beli buruh terhadap kenaikan barang akibat
inflasi… Bukan semangat tanpa usaha/ kenaikan produktifitas tapi gaji
minta naik…itu namanya upaya pembodohan, ujarnya lagi.
Opid melanjutkan, kami para pengusaha
sebenarnya menyadari bahwa Pengusaha dan buruh memiliki kebutuhan yg
sama. Sama-sama ingin hidup layak .
Menurutnya sebaiknya dibuat kepastian
kenaikan minimal 5 tahun ke depan dg perkiraan berdasarkan data historis
yg dimiliki. Sehingga pengusaha maupun buruh bisa sama-sama
mengantisipasi dan lebih jauh tidak merusak iklim usaha dan pertumbuhan
ekonomi. Sehingga bukan kebijakan kaget-kagetan setiap tahun dan
pemerintah memutuskannya dalam tekanan.
Memang keputusan mengenai UMK seharusnya
lebih merupakan keputusan bisnis dan ekonomi daripada sebuah keputusan
politis, meski tidak mungkin juga untuk mengabaikan faktor politis dalam
pelaksanaannya. Dan di sisi lain pemerintah juga harus berupaya keras
untuk menurunkan biaya ekonomi tinggi yang timbul akibat ketidakjelasan
regulasi, praktek pungli dan korupsi yang amat membebani dunia usaha.Sumber : fren247.com
No comments:
Post a Comment