eraturan Presiden Nomor 105 Tahun 2013 yang memberikan fasilitas bagi
pejabat negara untuk berobat keluar negeri menimbulkan polemik.
Terlebih jika dikaitkan dengan masih tingginya angka kemiskinan di Tanah
Air.
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) termasuk salah satu yang
mengecam keras dan menolak pemberian asuransi kesehatan kepada menteri
dan pejabat itu. Terlebih di dalamnya termasuk penjaminan berobat di
luar negeri. Kondisi ini sangat berbanding terbalik dengan 10,3 juta
orang miskin yang banyak ditolak berobat karena tidak masuk dalam
Penerima Bantuan Iuran (PBI).
"Kita kutuk keras perpres ini keluar. Tapi kenapa Perpres 105 dan 106
memberikan fasilitas kepada pejabat berobat di luar negeri. Aneh karena
mereka mengatakan kalau 10,3 juta orang miskin tidak teranggarkan,"
ujar Presiden KSPI Said Iqbal dalam diskusi refleksi akhir tahun 2013 di
Wisma Antara, Jakarta, Senin (30/12).
Said mengancam akan memidanakan para pejabat negara jika berobat
keluar negeri menggunakan uang negara. "Kalau dulu pakai inhealt punya
Askes boleh, karena enggak ada uang rakyat di situ. Tapi di sini
sekarang sudah campur. Hatta semprul nih orang. Siapa ini yang bisikin
dia. Kita minta dicabut perpres 105 dan 106," jelasnya.
Tidak hanya itu, buruh juga mengancam melakukan aksi mogok menjelang
pemilu 9 April 2014. "Habis kalau enggak aksi mereka tidak punya telinga
dan mata," tegasnya.
Di tempat yang sama, anggota Komisi IX DPR
Poempida Hidayatullah mengklaim, pihaknya tidak hanya menolak Perpres
tersebut, tapi regulasi pelayanan kesehatan paripurna itu juga dinilai
aneh. Di tengah persoalan kemiskinan yang masih buruk, presiden justru
mengeluarkan gagasan yang tidak sensitif.
"Ini tidak benar, kalau pejabat mampu bayar saja enggak usah ikut
BPJS. Beli saja asuransi yang biasa saja. Ini seperti ada kelas-kelas.
Kita berharap tidak ada kelas, semua sama rata tapi kenapa implementasi
jadi gini," jelasnya.
Sumber : merdeka.com
No comments:
Post a Comment