Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie
mengatakan bahwa relasi buruh dengan pengusaha atau pemilik modal itu
harus dirubah, bukan lagi hubungan faktor produksi melainkan hubungan
kemitraan.
“Konstitusi kita, dalam UU 1945, Pasal 33 ayat 1 menyebutkan bahwa
perekonomian kita disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas
kekeluargaan. Ini diartikan sebagai kemitraan atau partnership”, kata
Jimly saat menjadi narasumber dalam acara Seminar Internasional dengan
tema Mewujudkan Negara Sejahtera yang diselenggarakan Konfederasi
Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), di Hotel Kartika Chandra, Kamis
(13/02).
Jimly menerangkan, hubungan kemitraan antara buruh dengan pengusaha
adalah sesuatu hal yang diidam-idamkan. Bila buruh ini diperlakukan
sebagai bagian dari faktor produksi maka buruh nilainya sama dengan
semen atau sepatu atau bahan materil. “Untuk itu, harus tercermin dalam
kebijakan, sebab bila tidak maka akan terjadi ketimpangan”, ujarnya.
Guru Besar Hukum Tata Negara di Universitas Indonesia itu
melanjutkan, di luar negeri seperti Eropa, Amerika dan Australia,
penghasilan menteri dengan pekerja kasar itu tidak terlalu jauh, para
penganggur pun mendapatkan penghasilan, melalui santunan. Pada jaman
orde lama, menteri dengan pekerja kasar penghasilannya tidaklah terlalu
jauh. Masih ada menteri yang naik sepeda ontel. Namun di jaman orde baru
ketimpangan mulai terasa. Lebih parahnya lagi di era reformasi.
Disparitas penghasilan antara orang kaya dengan miskin sangat tinggi.
“Dan ini dilegalkan dalam undang-undang. Berarti ini problem hukum
kita. Hukum yang kita tegakan ini tidak identik dengan tegaknya
keadilan. Banyak produk hukum yang tidak mengerti keadilan. Banyak pula
para sarjana hukum yang hanya memahami teks-teks titik koma”, jelasnya.
Sumber : fspmi.or.id
Friday, February 21, 2014
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment