Perjuangan pekerja alih daya atau outsourcing di BUMN menuntut
pengangkatan status ternyata beralasan. Selama ini, upah yang diberikan
perusahaan terhadap pekerja outsourcing terbilang kecil.
Mantan karyawan outsourcing PLN, Ayi Cahyana, menceritakan kisah
hidupnya bahwa dia selalu mendapatkan gaji di bawah ketentuan Upah
Minimum Provinsi (UMP). Hal ini terus terjadi selama 8 tahun
pengabdiannya.
"Saya kerja di PLN Bekasi. Awal kerja (2005) di gaji Rp 800.000,
itupun hingga saya di PHK di 2013 hanya naik Rp 100.000-Rp 200.000 saja.
Tentunya ini jomplang dengan karyawan yang (status) tetap hampir 4-5
kali gaji, padahal pendidikan sama. Ini sama saja ini selevel dengan
office boy dengan level pendidikan SLTA," ujarnya kepada merdeka.com,
Jakarta, Minggu (8/12).
Pria dengan jenjang pendidikan D3 ini mengungkapkan kepiluan dirinya
di mana penghasilan juga kerap dipotong tanpa kejelasan perhitungan.
"Lembur hampir di total 20 jam, ada kerap kali dipotong sampai saat
ini," jelas dia.
Lebih lanjut, dirinya bersama-sama karyawan lain hanya menuntut
status karyawan saja. Pasalnya, karyawan tetap memiliki jenjang karir
yang lebih jelas.
"Memang kami mengejar status. Soalnya selama ini hanya menimbulkan
kecemburuan saja. Padahal pekerjaan dan pendidikan pun terkadang sama,"
ungkapnya.
Seperti diketahui, Manager Senior Recruitment PLN Muji Wardoyo
mengatakan, untuk pegawai pemula kisaran gaji yang bisa diterima
mencapai Rp 5,7 juta per bulan dengan status pegawai tetap setelah lulus
masa uji coba selama 6 bulan hingga 1 tahun.
"D3 sekitar Rp 4,7 juta, S1 sekitar Rp 5,7 juta, bedanya sekitar 20
persen lah. Ini untuk pegawai tetap. Masa uji coba maksimum 1 tahun.
Percepatan 6 bulan. 1 tahun lulus, baru diangkat. Uji kompetensi, mereka
presentasi dilanjut pengangkatan," jelas Muji di Istora Senayan,
Jakarta.
Sebelumnya, Menteri BUMN Dahlan Iskan menyebut karyawan outsourcing
di setiap perusahaan milik negara telah digaji minimal 10 persen di atas
Upah Minimum Provinsi (UMP). Dengan demikian, BUMN dengan sendirinya
telah mematuhi Undang-Undang Ketenagakerjaan.
"Gaji pegawai outsourcing BUMN minimal 10 persen lebih tinggi dari
UMR, malah ada BUMN yang menggaji di atas itu. Kebijakan kami jelas,"
kata Dahlan saat rapat kerja dengan komisi IX-DPR-RI, Jakarta.
Dahlan juga memerintahkan BUMN untuk memperketat syarat tender
perusahaan outsourcing. "Persyaratan yang harus dipenuhi misalnya
perusahaan tersebut harus mempunyai sistem jenjang karir dan
kepegawaian," jelas Dahlan.
Perusahaan outsourcing yang bekerja sama dengan perusahaan BUMN harus
memikirkan karyawannya dengan kejelasan masa depan pekerjaan yang lebih
baik. Sebab, dalam pandangannya, karyawan bukan orang lepasan yang
tiba-tiba dipecat tanpa kejelasan oleh perusahaan outsourcing.
"Misalnya saya punya perusahaan outsourcing dan saya tidak punya
jenjang karir di kepegawaiannya itu sebagai karyawan. Perusahaan
outsourcing seperti itu tidak boleh ikut tender," tegas Dahlan.
Sumber : merdeka.com
Monday, December 9, 2013
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment