JAKARTA, KOMPAS.com — Para pengusaha, bersiaplah
menyisihkan dana tambahan bagi pekerja. Ada ketentuan baru soal dana
pesangon dalam revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan No 13/2003. Salah
satu poin penting beleid itu adalah, pengusaha dari semua sektor usaha
wajib mencadangkan dana pesangon bagi pekerja.
Selama ini, hanya sektor usaha tertentu yang wajib menyisihkan dana
pesangon. Poin tersebutlah yang selama ini mengganjal lahirnya revisi UU
tersebut. Poin lain yang tengah dipersoalkan adalah kewajiban
perusahaan dalam menempatkan dana pesangon pada sebuah lembaga keuangan.
Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati mengatakan, pihaknya masih
belum menerima salinan draf revisi UU tersebut. “Masih dalam
pembahasan,” kata Anny kepada KONTAN, awal pekan ini.
Deputi Komisioner Industri Keuangan Non Bank II Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) Dumoly F Pardede mengatakan, jika revisi UU tersebut
rampung, maka imbasnya bakal besar terhadap pertumbuhan bisnis asuransi
jiwa, dana pensiun pemberi kerja (DPPK), dan dana pensiun lembaga
keuangan (DPLK).
Payung hukum
Dumoly menyebutkan, potensi dana pesangon yang terkumpul dari semua
sektor usaha mencapai Rp 700 triliun. Angka ini berdasarkan hitungan
aktuaris, jika revisi UU terealisasi. “Sebaiknya, semua sektor
perusahaan wajib mencadangkan dana pesangon,” terang Dumoly.
Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No 79, hanya industri pertambangan,
gas, dan minyak yang wajib mencadangkan dana pesangon. Idealnya,
kewajiban mencadangkan dana pesangon diterapkan pada semua sektor usaha.
Misalnya, perbankan, transportasi, perkebunan, pelayaran, hingga
tekstil.
Dumoly menilai, pengusaha wajib menyiapkan dana pesangon dengan skema
mencicil atau dibayar langsung ke DPPK, DPLK, atau perusahaan asuransi.
Selama ini, pengusaha hanya mencatat dalam laporan keuangan sebagai
pencadangan.
Ketua Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) Gatut Sudibio
mengatakan, DPPK siap ikut serta mengelola dana pesangon nasional.
Menurut dia, sistem dan sumber daya manusia (SDM) DPPK dalam kondisi
yang mumpuni.
Namun, dia menilai perlu adanya payung hukum jika DPPK diizinkan ikut
mengelola dana pensiun. “Bisa dalam bentuk peraturan OJK atau peraturan
Kemenakertrans supaya DPPK bisa mengelola dana pesangon,” ungkap Gatut.
Gatut juga mengarisbawahi soal keuntungan pengelolaan dana pesangon,
yakni apakah keuntungan akan diberikan ke pengusaha, atau dikembangkan
lagi untuk kepentingan peserta.
Sepanjang kuartal pertama tahun 2012, ada 268 pelaku dana pensiun,
yakni 200 lembaga dana pensiun pemberi kerja program pensiun manfaat
pasti (DPPK PPMP). Ada juga 43 dana pensiun pemberi kerja program
pensiun iuran pasti (DPPK PPIP) dan 25 DPLK.
Sekadar informasi, hingga Desember 2012, total aset bersih dana pensiun mencapai Rp 158,37 triliun. (Mona Tobing)
Sumber : Beritaburuhindonesia.wordpress
No comments:
Post a Comment